Oktober
2013, Maskapai Citilink ngadain promo tiket seharga 55 ribu one way buat semua rute. Iya, anda tidak
salah baca pemirsa, lima puluh lima ribu! Dengan kecanggihan pertiket-promo-an-fitri,
kita akhirnya dapet tiket rute Jakarta - Pangkalpinang tanggal 18 maret 2014.
Karena masih di bulan yang sama dengan ulang tahun Fitri, gue berencana buat
ngasih hadiah ulang tahun berupa kehadiran gue menemani dia melakukan
perjalanan ke pulau Bangka. Tsah pacar idaman.
Pas
hari H, jadilah gue berangkat dari Jogja tujuan rawamangun. Tiket udah pada
abis, akhirnya gue naik bis eksekutif ke rawamangun yang harganya ga masuk
akal. Ya mau ga mau gue beli juga tiket itu daripada ga jadi berangkat.
Kita
dapet flight jam 9 pagi. Karena macet
yang luar biasa akibat perbaikan jalan dimana-mana, jam 7 bis gue baru nyampe Bekasi.
Nyampe rawamangun udah jam 8. Gue udah panik banget bakal ketinggalan flight. Gimana Fitri? Jangan ditanya.
Dia udah nelponin handphone gue tiap
setengah menit sekali.
Usut
punya usut, di terminal 1C Fitri mati-matian cari akal supaya bisa check in atas nama gue karena check in counter akan ditutup 45 menit sebelum waktu boarding. Awalnya Fitri cukup lega karena melihat ada mesin check in otomatis yang berjejer di area check in, artinya tiket bisa terselamatkan
karena bisa di check in in. Namun,
setelah mencoba beberapa kali memasukkan kode booking di beberapa mesin yang berbeda, boardingpass yang ditunggu-tunggu tak kunjung muncul. Rupanya,
mesin tersebut dikhususkan untuk tiket bersistem baru, yaitu yang sudah
termasuk airport tax. Pantesan ajaaa!
Fitri pun makin pusing dan mulai memikirkan cara
gila dengan meminta mas-mas yang keliatannya bisa diberdayakan dimintai
tolong untuk pura-pura jadi Fatah huahaha namun nggak jadi. Akhirnya Fitri
nekat ke counter check in dan bersiap akan mengeluar jurus air mata buayanya agar
diizinkan check in.
“Pagi mbak, mau check in” (Menurut lo di depan
counter check in mau beli bakso? Huahaha)
“Oiya silahkan, ke Pangkal Pinang ya, kode booking dan kartu identitasnya?”
*nyodorin handphone*
“ Mmm.. mbak, kalau saya check in in
temen saya bisa mbak? Dia masih di jalan kena macet. Pleaaaseeee. Kode
bookingnya yang di gambar selanjutnya mbak” Fitri memasang muka paling kalem
yang dia punya.
“Oh.. Bawa kartu identitasnya?”
“Bawa mbak bawa” Fitri pun menyodorkan KTM jadul
kampus Fatah yang lama, yang memang disimpen in case of emergency, seperti ini.
Mbaknya melirik kartu-kartu yang gue sodorkan “80
ribu ya”
Fitripun menerima 2 lembar boarding pass dengan muka bengong. “Hah, jadi ini gue bayar tax buat 2 orang kan? Kalo Fatah nggak dateng
juga berarti rugi 40 ribu dong gue?”Buahaha salah fokus! Fitri nggak
nyangka berhasil menyelamatkan tiket tersebut. Sebongkah doa terkirim untuk
mbak-mbak tadi semoga urusannya lancar, gajinya naik terus dan sehat selalu!
Oiya, Fitri memang hoki nya suka nggak ketulungan.
Kembali ke adegan gue. Di taksi, gue sudah amat
sangat panik.
“Pak, bisa lebih cepet lagi?” Tanya gue penuh
harap
“Memangnya mas flight
jam berapa?”
“Jam 9 pak”
“Ohhhh jam sembi.... Hah jam sembilan?!! Inikan
jam sembilan??!” Bapak taksi pun mendadak jadi seperti supir mobil pemadam
kebakaran. Nguing nguing nguing Fatah mau lewaaat.
Jam 9
kurang dikit akhirnya gue nyampe di Soetta. Tapi baru di 1B, jalanan stuck tanpa ampun. Guepun memutuskan
untuk lari dari 1B ke 1C, persis Cinta yang ngejar Rangga yang mau flight ke New York. Untungnya nggak
sambil nangis, kalo sambil nangis apa kata orang-orang.
Rupanya Fitri
yang tadinya sudah menunggu di depan boarding
gate turun lagi ke area check in
saking paniknya. Ketika melihat seujung rambut gue, Fitri lari menuju gue,
guepun lari menuju Fitri. Gue curiga saat itu ada kamera di pojok sana, situ
dan sini.
Fitri
memberikan boardingpass gue (yang
udah lusuh karena di remes-remes gemes) dengan terburu-buru. Kitapun lari-larian
ke boarding gate dengan latar suara pengumuman
final call dari announcer. Kru ground
handling sibuk memberi tau kru di sisi lain lewat HT bahwa masih ada
penumpang bodoh yang mau masuk pesawat. Akhirnya masuklah kami ke dalam cabin dengan posisi dipelototin orang
satu pesawat dan sejurus kemudian pintu pesawat ditutup hahaha tentu saja kami
menempati kursi paling pojok belakang.
“Gila napas gue abis” kata gue
“Fat, gue daritadi kebelet boker” kata Fitri
“Pantesan bau sampah, ternyata kentut lo”
Kitapun
nggak jadi ketinggalan pesawat! Inti dari cerita yang panjang ini adalah,
cobalah untuk memikirkan kemungkinan terburuk dari suatu opsi. Sebenarnya, di
hari sebelumnya Fitri sudah cerewet untuk naik kereta siang aja, tapi karena
gue pikir kereta siang masih jauh lebih mahal daripada bis dan bakalan nyampe
ditengah malam buta, guepun memutuskan untuk naik bis yang gue kira jadwalnya “akan
pas”. Tapi ternyata diluar dugaan! Pelajaran kedua, cobalah untuk beramal yang
banyak, membaca doa dan mencoba kemungkinan siapa tau boleh nge-check inin orang lain (sebenernya ini
agak sulit terjadi karena peraturan di bandara yang semakin ketat)
Sebenernya, gue punya 1 lagi tiket yaitu di
tanggal 19 yang udah dibeli sebelumnya. Cie orang kaya beli tiket pergi aja
dua. Huahaha. Pun kalau ketinggalan, bisa aja keesokan harinya gue nyusul.
Tapi, perjalanan ini kan direncanakan berdua, jadi nggak seru dong kalo ada yang duluan atau
belakangan :)
ngakak mulu gue baca blog lo cong hahaha
ReplyDeleteHahaha alhamdulillah, main-main sini terus yaaaa!
Deleteoh beruntungnya bisa cek in duluan, ngga kayak kita yang bbrp kali ketinggalan pesawat; ke Phuket dan terakhir sewaktu transit di KL mau ke Yangon-Myanmar dan tiketnya ngga semurah cerita kalian gituuuu...hikhik
ReplyDeletesalam kenal
ReplyDelete